Memperluas
Kesejahteraan Sosial
Dari sudut sejarah hukum, suatu bangsa memasuki
tahap negara kesejahteraan ditandai dengan berkembangnya hukum yang melindungi
pihak yang lemah. Pada periode ini negara mulai memperhatikan antara lain
perlindungan tenaga kerja, perlindungan konsumen. Undang-undang yang berkenaan
untuk perlindungan berbagai pihak tersebut untuk mengoreksi industrialisasi
yang tidak selalu memberikan kebaikan kepada semua golongan masyarakat. Upah
yang rendah tidak selalu berarti upah yang murah. Semua upah buruh yang murah dibandingkan
dengan negara maju telah memberikan keuntungan komparatif bagi industri export
Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong. Upah buruh murah disertai disiplin para
pekerja di negara-negara yang baru memasuki tingkat negara industri tersebut,
seperti banyak diketahui, berada di bawah pemerintahan yang represif. Upah
minimum yang telah ditetapkan Pemerintah yang masih dibawah tingkat pemenuhan
kebutuhan dasar, masih banyak perusahaan- perusahaan yang tidak
mematuhinya, namun buruh yang tidak mempunyai organisasi buruh yang kuat tidak
dapat memperjuangkan hak-haknya. Disamping itu ketatnya persaingan di pasar
kerja dan krisis ekonomi yang berat menjadikan buruh tidak mempunyai keberanian
untuk memperjuangkan perbaikan nasib mereka. Indonesia memerlukan serikat buruh
yang kuat dalam memperjuangkan nasib buruh, sehingga tidak perlu menggunakan
kekerasan dan pengerusakan. Modal selalu berpindah ke tempat di mana buruh
murah dan penegakan hukum perburuhan lunak. Inilah perlunya pembaruan Hukum
Perburuhan. Berkembangnya produk-produk industri disatu pihak memerlukan
perlunya dikembangkan perlindungan konsumen dipihak lain. Perlindungan hukum
terhadap konsumen tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah tetapi
juga terhadap barang-barang yang membahayakan kehidupan manusia, umpamanya
makanan, minuman dan obat-obatan. Pelaksanaan hukum perlindungan konsumen di
Indonesia belum berkembang mengikuti irama kemajuan produksi-produksi dunia
industri.
Pencemaran lingkungan akibat industrialisasi perlu
pula mendapat perhatian yang terus menerus dan khusus. Kecenderungan untuk
mengutamakan pertumbuhan industrialisasi bisa mengakibatkan
perusahaan-perusahaan menolak tanggung jawab atas pencemaran lingkungan.
Pengalaman dari negara-negara maju menjadi bahan pelajaran bagi kita dalam
usaha menuju suatu negara industri. Ada kekhawatiran pula, bahwa relokasi
industri dari negara-negara maju ke negara berkembang disebabkan antara lain
tambah ketatnya penegakan hukum lingkungan di sana, sementara di negara
berkembang hal ini belum terjadi.
Sektor informal telah diakui sebagai katup pengaman
bagi tenaga kerja yang pindah dari Sektor agraria tetapi tidak dapat ditampung
oleh Sektor industri, dan merupakan motor penggerak ekonomi rakyat.
Perkembangan ekonomi masyarakat bawah didunia ketiga. Melalui hukum, sektor ini
bisa menjadi formal dalam bentuk usaha-usaha kecil. Berbagai usaha kecil ini
dalam tahap berikutnya dapat terkait dengan usaha besar, dengan demikian
diharapkan rezeki usaha besar akan menetas juga kepada usaha kecil.
Untuk mengembangkan mereka perlu dipikirkan
bentuk-bentuk perizinan khusus untuk sektor informal, fasilitas hukum dalam
hubungannya dengan hak milik, kontrak, dan sebagainya. Keterkaitan industri
besar dengan industri-industri kecil, bukan saja berdasarkan belas kasihan atau
alasan-alasan politis, tetapi sudah menjadi satu keharusan karena alasan
efisinsi dan teknis dalam suatu masyarakat industri. Dalam hubungan ini
perlindungan terhadap usaha-usaha kecil perlu mendapat perhatian hukum.
Industrialisasi dan majunya perdagangan membutuhkan tanah baik di desa-desa
maupun kota-kota, Jawa dan luar Jawa. Masalah pertanahan semakin hari akan
semakin banyak, jika hukum pertanahan kita tidak mampu memainkan peranannya.
Pihak yang lemah yang sebagian besar adalah rakyat kecil akan memikul beban
pembangunan tersebut.
Dalam hal itu perlu diperjelas penyelesaian
masalah-masalah yang bersangkutan dengan umpamanya, tanah adat, tanah negara,
besarnya ganti rugi. Begitu juga perencanaan wilayah yang bersangkutan dengan
tanah pertanian yang subur, daerah pemukiman, perdagangan dan industri.
Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian memerlukan kepastian hukum akan
tersedianya atau tetap dipertahankannya lahan-lahan pertanian yang suhur dari
meluasnya keperluan tanah untuk industrialisasi, pemukiman, dan
kebutuhan-kebutuhan lain sudah waktunya melaksanakan pembaruan Undang- Undang
Pokok Agraria 1960.
daftar pustaka : Rajagukguk Erman. Hukum
ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
dan Memperluas Kesejahteraan Sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar